Selasa, 03 Mei 2016

Bila Mengingat Mati


Sehalus-halus kehinaan di sisi Allah adl tercerabut kedekatan kita dari sisi-Nya. Hal ini biasa ditandai dgn kualitas ibadah yg jauh dari meningkat atau bahkan malah menurun. Tidak bertambah bagus ibadah tak bertambah pula ilmu yang dapat membuat takut kepada Allah bahkan justru maksiat pun sudah mulai dilakukan dan aneh yg bersangkutan tak merasa rugi. Inilah tanda-tanda akan tercerabut ni’mat berdekatan bersama Allah Azza wa Jalla. 


Pantaslah bila Imam Ibnu Athoillah pernah berujar “Rontok iman ini akan terjadi pelan-pelan terkikis-kikis sedikit demi sedikit sampai akhir tanpa terasa habis tandas tak tersisa”. Demikianlah yg terjadi bagi orang yg tak berusaha memelihara iman di dalam kalbunya. Karena jangan pernah permainkan ni’mat iman di hati ini.


Ada sebuah kejadian yang semoga dgn diungkapkan di forum ini ada hikmah yg bisa diambil. Kisah dari seorang teman yg waktu itu nampak begitu rajin beribadah saat shalat tak lepas dari linang air mata shalat tahajud pun tak pernah putus bahkan anak dan istri diajak pula utk berjamaah ke mesjid. 


Selidik punya selidik ternyata saat itu dia sedang menanggung utang. Karena diantara ibadah-ibadah itu dia selipkan pula doa agar utang segera terlunasi. Selang beberapa lama Allah Azza wa Jalla Zat yg Mahakaya dan Maha Mengabulkan tiap doa hamba-Nya pun berkenan melunasi utang rekan tersebut.


Sayang begitu utang terlunasi doa mulai jarang hilang pula motivasi utk beribadah. Biasa kehilangan shalat tahajud menangis tersedu-sedu “Mengapa Engkau tak membangunkan aku ya Allah?!” ujar seakan menyesali diri. Tapi lama-kelamaan tahajud tertinggal justru menjadi senang krn jadual tidur menjadi cukup. Bahkan sebelum azan biasa sudah menuju mesjid tapi akhir-akhir ini datang ke mesjid justru ketika azan. 


Hari berikut ketika azan tuntas baru selesai wudhu. Lain lagi pada besok hari ketika azan selesai justru masih di rumah hingga akhir ia pun memutuskan utk shalat di rumah saja. Begitupun utk shalat sunat biasa ketika masuk mesjid shalat sunat tahiyatul mesjid terlebih dulu dan salat fardhu pun selalu dibarengi shalat rawatib. 

Tapi sekarang saat datang lbh awal pun malah pura-pura berdiri menunggu iqamat selalu ada saja alasannya. Sesudah iqamat biasa memburu shaf paling awal kini yg diburu justru shaf paling tengah hari berikut ia memilih shaf sebelah pojok bahkan lama-lama mencari shaf di dekat pintu dgn alasan supaya tak terlambat dua kali. “Kalau datang terlambat maka ketika pulang aku tak boleh terlambat lagi pokok harus duluan!” Pikirnya. Saat akan shalat sunat rawatib ia malah menunda dgn alasan nanti akan di rumah saja padahal ketika sampai di rumah pun tak dikerjakan. 


Entah disadari atau tak oleh diri ternyata pelan-pelan banyak ibadah yg ditinggalkan. Bahkan pergi ke majlis ta’lim yg biasa rutin dilakukan majlis ilmu di mana saja dikejar sayang akhir-akhir ini kebiasaan itu malah hilang. Ketika zikir pun biasa selalu dihayati sekarang justru antara apa yg diucapkan di mulut dengan suasana hati sama sekali bak gayung tak bersambut. Mulut mengucap tapi hati malah keliling dunia masyaallah. Sudah dilakukan tanpa kesadaran seringkali pula selalu ada alasan utk tak melakukannya. 


Saat-saat berdoa pun menjadi kering tak lagi memancarkan keuatan ruhiah tak ada sentuhan inilah tanda-tanda hati mulai mengeras. Kalau kebiasaan ibadah sudah mulai tercerabut satu persatu maka inilah tanda-tanda sudah tercerabut taupiq dari-Nya. Akibat selanjut pun mudah ditebak ketahanan penjagaan diri menjadi blong kata-kata menjadi kasar mata jelalatan tak terkendali dan emosi pun mudah membara. 


Apalagi ketika ibadah shalat yg merupakan benteng dari perbuatan keji dan munkar mulai lambat dilakukan kadang-kadang pula mulai ditinggalkan. Ibadah yg lain nasib tak jauh beda hingga akhir meningallah ia dalam keadaan hilang keyakinan kepada Allah. Inilah yg disebut suul khatimah naudzhubillah. Apalah arti hidup kalau akhir seperti ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar